Ahli Khitan Modern
Senin, 01 April 2013
Jumat, 29 Maret 2013
Klinik Khitan Modern Asy Syfa yang beralamatkan Jrangkah RT 02 / RW 04 , Sudimoro, Teras , Boyolali . klinik khitan yang sudah berdiri tahun 2005 ini. memiliki beberapa kelebihan yang dapat ditawarkan antar lain
- Cepat sembuh
- Tidak mengalami perdarahan
- Mendapatkan 2x kontrol gratis
- Biaya terjangkau
- Bonus tas cantik
Minggu, 10 Maret 2013
Hukum Khitan bagi Wanita
Hukum Khitan Wanita
خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
” Lima hal yang termasuk fitroh yaitu: khitan, mencukur bulu
kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis." (HR. Bukhori dan Muslim)
Bagi sebagian masyarakat khitan bagi anak laki-laki adalah sebuah
perkara yang sangat wajar. Namun tidak demikian dengan khitan wanita,
mereka masih menganggapnya tabu atau menjadi sebuah perkara yang sangat
jarang dilakukan, bahkan oleh sebagian kalangan khitan wanita adalah
tindakan kriminal yang harus dilarang, seperti yang diserukan oleh
gerakan feminisme, LSM-LSM asing, Population Council, PBB, WHO dan
lain-lainnya. Larangan khitan wanita juga diputuskan dalam Konferensi
Kaum Wanita sedunia di Beijing China (1995).
Di Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa, kaum feminis telah
berhasil mendorong pemerintah membuat undang-undang larangan sunat
perempuan. Di Belanda, khitan pada perempuan diancam hukuman 12 tahun.
Pelarang khitan perempuan juga pernah diterapkan di Negara Mesir yang
nota benenya adalah Negara Islam. ( Muhammad Sayyid as-Syanawi, Khitan al-Banat baina as-Syar’I wa at-Thibbi, hal. 92-95 ).
Di Indonesia sendiri khitan wanita juga dilarang secara legal, dengan
alasan bahwa Indonesia tidak akan bisa melepaskan diri dari ketentuan
WHO, dan karena khitan wanita dinilai bertentangan dengan HAM. Padahal
mereka orang-orang Barat sengaja melarang khitan wanita dengan tujuan
agar para wanita Islam tidak terkendalikan syahwat mereka, sehingga
praktek perzinaan meluas dan terjadi di mana-mana, dan ini telah
terbukti.
Bagamaimana sebenarnya hukum khitan wanita di dalam Islam, berikut keterangannya :
Pengertian Khitan
Khitan secara bahasa diambil dari kata “ khotana “ yang
berarti memotong. Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang
menutupi ujung zakar, sehingga menjadi terbuka. Sedangkan khitan bagi
perempuan adalah memotong sedikit kulit ( selaput ) yang menutupi ujung
klitoris( preputium clitoris ) atau membuang sedikit dari bagian
klitoris( kelentit ) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada
ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki
dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd.
Hukum Khitan Wanita.
Para ulama sepakat bahwa khitan wanita secara umum ada di dalam Syari’at Islam. ( al-Bayan min Al Azhar as-Syarif : 2/ 18 )
Tetapi mereka berbeda pendapat tentang satatus hukumnya, apakah wajib,
sunnah, ataupun hanya anjuran dan suatu kehormatan. Hal ini disebabkan
dalil-dalil yang menerangkan tentang khitan wanita sangat sedikit dan
tidak tegas, sehingga memberikan ruangan bagi para ulama untuk berbeda
pendapat. Diantara dalil-dalil tentang khitan wanita adalah sebagai
berikut :
Pertama :
Hadist Abu Hurairah ra. bahwasanya Rosulullah saw bersabda :ِ
خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَقَصُّ الشَّارِب
” Lima hal yang termasuk fitroh yaitu: khitan, mencukur bulu
kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis." (HR. Bukhori dan Muslim)
Bagi yang mewajibkan khitan wanita mengatakan bahwa arti “ fitrah “
dalam hadist di atas perikehidupan yang dipilih oleh para nabi dan
disepakati oleh semua Syari’at, atau bisa disebut agama, sehingga
menunjukkan kewajiban. Sebaliknya yang berpendapat sunnah mengatakan
bahwa khitan dalam hadist tersebut disebut bersamaan dengan
amalan-amalan yang status hukumnya adalah sunnah, seperti memotong
kumis, memotong kuku dan seterusnya, sehingga hukumnya-pun menjadi
sunnah.
Kedua :
Sabda Rasulullah saw :
إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” (Hadist Shohih Riwayat Tirmidzi , Ibnu Majah dan Ahmad ).
Kelompok yang berpendapat wajib mengatakan bahwa hadist di atas
menyebut dua khitan yang bertemu, maksudnya adalah kemaluan laki-laki
yang dikhitan dan kemaluan perempuan yang dikhitan. Hal ini secara
otomatis menunjukkan bahwa khitan wanita hukumnya wajib. Sedangkan bagi
yang berpendapat khitan wanita adalah sunnah mengatakan bahwa hadist
tersebut tidak tegas menyatakan kewajiban khitan bagi perempuan. ( Asy Syaukani, Nailul Author : 1/147 )
Ketiga :
Hadist Anas bin Malik ra, bahwasanya Rosulullah saw bersabda kepada kepada Ummu ‘Athiyah :ُ
إذا خفضت فأشمي ولَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ
”Apabila engkau mengkhitan wanita potonglang sedikit, dan
janganlah berlebihan, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan
lebih disenangi oleh suami.”(HR. Abu Daud dan Baihaqi )
Bagi yang mewajibkan khitan wanita, menganggap bahwa hadist di atas
derajatnya ‘Hasan “, sedang yang menyatakan sunnah atau kehormatan
wanita menyatakan bahwa hadist tersebut lemah.
Keempat :
الختان سنة للرجال و مكرمة للنساء
“ Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kehormatan bagi wanita. “ ( HR Ahmad dan Baihaqi )
Ini adalah dalil yang digunakan oleh pihak yang mengatakan bahwa
khitan wanita bukanlah wajib dan sunnah, akan tetapi kehormatan. Hadist
ini dinyatakan lemah karena di dalamnya ada rawi yang bernama Hajaj bin
Arthoh.
Dari beberapa hadist di atas, sangat wajar jika para ulama berbeda
pendapat tentang hukum khitan wanita. Tapi yang jelas semuanya
mengatakan bahwa khitan wanita ada dasarnya di dalam Islam, walaupun
harus diakui bahwa sebagian dalilnya masih samar-samar. Perbedaan para
ulama di atas di dalam memandang khitan wanita harus disikapi dengan
lapang dada, barangkali di dalam perbedaan pendapat tersebut ada
hikmahnya, diantaranya :
Bahwa keadaan organ wanita ( klitorisnya ) antara satu dengan yang
lainnya berbeda-beda. Bagi yang mempunyai klitoris yang besar dan
mengganggu aktivitasnya sehari-hari dan mebuatnya tidak pernah tenang
karena seringnya kena rangsangan dan dikhawatirkan akan menjeremuskannya
ke dalam tindakan yang keji seperti berzina, maka bagi wanita tersebut
khitan adalah wajib.
Sedang bagi wanita yang klitoris berukuran sedang dan tertutup dengan
selaput kulit, maka khitan baginya sunnah karena akan menjadikannya
lebih baik dan lebih dicintai oleh suaminya sebagaimana yang dijelaskan
dalam hadist diatas, sekaligus akan membersihkan kotoran-kotoran yang
berada dibalik klistorisnya. Adapun wanita yang mempunyai klitoris kecil
dan tidak tertutup dengan kulit, maka khitan baginya adalah kehormatan.
( Ridho Abdul Hamid, Imta’ul Khilan bi ar-Raddi ‘ala man Ankara al-Khitan, hal. 21-22 )
Praktek Khitan di Masyarakat Dunia
Di tengah-tengah masyarakat, khitan wanita dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Memotong sedikit kulit ( selaput ) yang menutupi ujung klistoris(
preputium clitoris ). Cara ini dianjurkan dalam Islam, karena akan
membersihkan kotoran-kotoran putih yang bersembunyi di balik kulit
tersebut atau menempel di bagian klistorisnya atau yang sering disebut (
smegma ), sekaligus akan membuat wanita tidak frigid dan bisa mencapai
orgasme ketika melakukan hubungan seks dengan suaminya, karena
klistorisnya terbuka.
Bahkan anehnya di sebagian Negara-negara Barat khitan perempuan
semacam ini, mulai populer. Di sana klinik-klinik kesehatan seksual
secara gencar mengiklankan clitoral hood removal ( membuang kulit
penutup klitoris )
2. Menghilangkan sebagian kecil dari klistoris, jika memang
klistorisnya terlalu besar dan menonjol. Ini bertujuan untuk mengurangi
hasrat seks wanita yang begitu besar dan membuatnya menjadi lebih tenang
dan disenangi oleh suami.
3. Menghilangkan semua klitoris dan semua bagian dari bibir kemaluan dalam ( labium minora ). Cara ini sering disebut infibulations. Ini dilarang dalam Islam, karena akan menyiksa wanita dan membuatnya tidak punya hasrat terhadap laik-laki.
Cara ini sering dilakukan di Negara-negara Afrika, begitu juga
dipraktekan pada zaman Fir’aun, karena mereka mengira bahwa wanita
adalah penggoda laki-laki maka ada anggapan jika bagian klitoris wanita
di sunat akan menurunkan kadar libido perempuan dan ini mengakibatkan
wanita menjadi frigid karena berkurangnya kadar rangsangan pada
klitoris.
4. Menghilangkan semua klistoris, dan semua bagian dari bibir
kemaluan dalam ( labium minora ), begitu juga sepasang bibir kemaluan
luar ( labium mayora ). Ini sering disebut clitoridectomy ( pemotongan
klitoris penuh ujung pembuluh saraf) Ini juga dilarang dalam Islam,
karena menyiksa wanita.
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa 97,6 % khitan di Mesir
merujuk kepada model kedua, dan 1,6 % merujuk pada model pertama. Sedang
model ketiga/ keempat hanya 4 % saja. ( DR. Maryam Ibrahim Hindi , Misteri dibalik Khitan Wanita, hal 17 dan 101 )
Di Indonesia sendiri praktek khitan pada wanita sering kali salah
dalam tekniknya, karena cuma dilakukan secara simbolis dengan sedikit
menggores klitoris sampai berdarah, atau menyuntik klitoris, atau bahkan
hanya menempelkan kapas yang berwarna kuning pada klistoris, atau
sepotong kunyit diruncingkan kemudian ditorehkan pada klitoris anak,
bahkan di daerah tertentu di luar Jawa, ada yang menggunakan batu
permata yang digosokkan ke bagian tertentu klitoris anak. Itu semua
hakekatnya tidak atau belum dikhitan.
Hukum khitan laser
Akhir-akhir
ini banyak kalangan yang menanyakan hukum khitan dengan laser, ada
sebagian yang mengharamkannya, dan ada sebagian yang membolehkannya.
Bagaimana sebenarnya hukum Islam dalam masalah ini?
Pengertian laser
Laser atau Light Amplification By Stimulated Emission Of Radiation adalah sinar yang disokong oleh tenaga atom (Dahlan Al Barri, Kamus Ilmiyah Populer, Arloka Surabaya, hlm : 401). Sebagian ahli mengatakan bahwa laser adalah sebuah alat yang menggunakan efek mekanika kuantum, pancaran ter-stimulasi, untuk menghasilkan sebuah cahaya yang koheren dari medium “lasing” yang dikontrol kemurnian, ukuran, dan bentuknya. Laser itu merupakan sinar panas yang dihasilkan dari loncatan atom akibat stimulasi energi dari radiasi listrik. Cahaya panas ini bisa digunakan untuk memotong kulit dan jaringan, menghancurkan pigmen warna kulit, dan pengobatan lainnya dalam dunia kedokteran dengan risiko pendarahan minimal dan waktu penyembuhan cepat.
Menurut para ahli bahwa sebenarnya layanan-layanan khitan laser yang banyak ditawarkan dewasa ini sesungguhnya tidak menggunakan alat operasi laser, tetapi hanya menggunakan alat pemotong listrik bertegangan tinggi (seperti solder) atau dalam istilah medis dinamakan Elektrocautery, yang kemudian dipahami secara keliru sebagai khitan laser.
Menurut para ahli bahwa sebenarnya layanan-layanan khitan laser yang banyak ditawarkan dewasa ini sesungguhnya tidak menggunakan alat operasi laser, tetapi hanya menggunakan alat pemotong listrik bertegangan tinggi . .
Adapun media panas yang digunakan untuk memotong jaringan kulit/kulup bukanlah panas dari cahaya, tapi panas yang berasal dari elemen logam. Alat seperti ini digolongkan sebagai Low Frequent Electro Cauter (LFEC) dan tidak memiliki standarisasi keamanan secara medis, bahkan cara kerjanya mirip seperti setrika.
Operasi khitan dengan alat pemotong listrik ini tidak dianjurkan, karena selain penyembuhan lebih lama dan buruk, juga bisa menimbulkan jaringan parut yang lebih banyak pada bekas luka. Penggunaan LFEC dalam operasi dapat memproduksi efek luka bakar yang luas dan dalam pada jaringan kulit. Luka bakarnya bisa sampai 0,5 cm. Semua jaringan dan pembuluh darah akan terbakar dalam dan luas. Kalaupun khitan (sirkumsisi) dilakukan dengan benar, scar (kulit abnormal) yang ditimbulkan akan berbekas berupa geratan permanen atau membuat kulit keriput. (kamusarea.blogspot.com)
Hukum khitan dengan menggunakan electro cauter (alat pemotong listrik)
Jika telah terbukti bahwa khitan yang selama ini dianggap menggunakan laser ternyata menggunakan elektro cauter, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana hukum khitan dengan menggunakan alat tersebut? Padahal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang berobat dengan menggunakan al Kay (besi panas).
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita sebutkan terlebih dahulu hadist-hadist yang berkenaan dengan masalah ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Terapi pengobatan itu ada tiga cara, yaitu; berbekam, minum madu dan kay (menempelkan besi panas pada daerah yang terluka), sedangkan aku melarang ummatku berobat dengan kay. (HR Bukhari, no. 5680).
Kedua: Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah rahimahullaah, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila ada kebaikan dalam pengobatan yang kalian lakukan, maka kebaikan itu ada pada berbekam, minum madu, dan sengatan api panas (terapi dengan menempelkan besi panas di daerah yang luka) dan saya tidak menyukai kay.“ (HR. Bukhari, no. 5704 dan Muslim, no. 2205).
Ketiga: Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah rahimahullaah, bahwasanya ia berkata:
“Sa’ad bin Mu’adz pernah kena bidikan panah di urat tangannya, kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membedahnya dengan tombak yang dipanasi dengan api, setelah itu luka-luka itu membengkak, kemudian dibedahnya lagi.“ (HR. Muslim)
Keempat : Dari Jabir bin Abdullah rahimahullaah, bahwasanya ia berkata :
“Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, pernah mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Ka’ab. Kemudian tabib tersebut membedah uratnya dan menyundutnya dengan al kay (besi panas).“ (HR Muslim, no. 4088)
Para ulama menyebutkan bahwa sebenarnya hadist-hadits diatas tidak menunjukkan keharaman berobat dengan al kay (besi panas) tetapi hanya menunjukan kemakruhan, jika ada obat lain, atau karena di dalam al kay mengandung penyiksaan terhadap dirinya. (Salim bin ‘Ied al-Hilali, Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Pustaka Imam Syafi’i, 2006, 3/202-204).
Berkata al Hafidh Ibu Hajar: “Kesimpulan dari penggabungan (hadits-hadits di atas) bahwa perbuataan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menunjukkan kebolehan (menggunakan al kay), adapun beliau meninggalkannya, dan memuji siapa saja yang meninggalkannya, maka tidaklah menunjukkan larangan, tetapi hanya menunjukkan bahwa meninggalkan hal tersebut lebih baik dari pada menggunakannya.
Adapun larangan beliau untuk menggunakan al kay, kemungkinan diterapkan jika ada pilihan lain, dan hanya bersifat makruh. Ataupun pada penyakit-penyakit yang memang bisa disembuhkan dengan cara lain. Wallahu A’lam“ (Fathul Bari, Kairo, Dar ar Royan,1987 M : 10/ 164)
Perkataan Ibnu Hajar di atas dikuatkan oleh Ibnu Ibnu Qayyim, beliau menulis : “Hadits-hadits al-Kay di atas mengandung empat hal: Pertama, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menggunakan al Kay. Kedua, beliau tidak menyukainya. Ketiga, beliau memuji orang yang bisa meninggalkannya. Keempat, larangan beliau terhadap penggunaan al-Kay. Keempat hal tersebut tidaklah bertentangan satu dengan yang lainnya- segala puji bagi Allah- .
Adapun perbuataannya menggunakan al Kay menunjukkan kebolehannya, sedangkan ketidaksenangan beliau tidak menunjukkan larangan, adapaun pujian beliau kepada orang yang meninggalkannya menunjukkan bahwa meninggalkan pengobatan dengan al Kay adalah lebih baik, sedangkan larangan beliau itu berlaku jika memang ada pilihan lain, atau maksudnya makruh, atau menggunakannya untuk hal-hal yang tidak diperlukan, seperti takut terjadi sesuatu penyakit pada dirinya.“ (Zaad al Ma’ad, Beirut, Muassasah al Risalah, 4/ 65-66)
Apakah pengobatan al Kay menafikan rasa tawakal?
Diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah rahimahullaah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
“Barangsiapa melakukan pengobatan dengan cara kay atau meminta untuk diruqyah berarti ia tidak bertawakal.” (Shahih, HR. at-Tirmidzi, no. 2055 dan Ibnu Majah, no. 3489).
Sebagian orang, salah di dalam memahami hadits di atas dan menyatakan bahwa pengobatan dengan al kay hukumnya haram, karena menafikan rasa tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibnu Qutaibah telah menjawab pernyataan di atas dan menjelaskan bahwa al Kay ada dua bentuk: Pertama, al Kay untuk orang-orang yang sehat, supaya tidak terkena sakit, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang al ‘Ajam (non Arab). Mereka seringkali mengobati anak-anak dan para pemuda mereka dengan metode al Kay, padahal mereka dalam keadaan sehat. Mereka menganggap bahwa cara seperti itu bisa menjaga kesehatan mereka dan menjauhkan dari berbagai penyakit. Begitu juga orang-orang Arab pada masa jahiliyah mengikuti cara seperti itu, bahkan mereka menerapkannya pada unta-unta mereka jika terjadi wabah penyakit. Inilah bentuk al Kay yang dilarang oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam karena menafikan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena menganggap bahwa dengan menyandarkan kepada kekuatan api, mereka tidak akan terkena sakit.
Kedua, adalah pengobatan dengan metode al Kay jika ada yang terluka pada salah satu anggota badan, atau terjadi pendarahan yang luar biasa dan hal-hal yang sejenis. Al Kay seperti inilah yang berpotensi untuk bisa menyembuhkan, dengan izin Allah. Sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah mengobati dengan cara al Kay terhadap As’ad bin Zurarah di lehernya (HR. Tirmidzi ). (Lihat Ta’wil Mukhtalafal al Hadits, 329).
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa khitan dengan menggunakan Elektro Cauter hukumnya makruh. Hal itu berdasarkan dua hal:
Khitan dengan menggunakan Elektro Cauter hukumnya makruh berdasarkan dua alasan
Pertama: Menurut keterangan para ulama berdasarkan hadits-hadits di atas bahwa operasi dengan menggunakan besi panas tidaklah dianjurkan, jika ada pengobatan dengan alternatif lain. Padahal kita ketahui, khitan masih bisa dilakukan dengan menggunakan pisau atau gunting dengan cara manual.
Kedua: Selain itu, menurut pandangan medis bahwa khitan dengan Elektro Cauter banyak membawa efek negatif pada kesehatan kulit, sebagaimana yang telah diterangkan di atas. Wallahu A’lam.
Pengertian laser
Laser atau Light Amplification By Stimulated Emission Of Radiation adalah sinar yang disokong oleh tenaga atom (Dahlan Al Barri, Kamus Ilmiyah Populer, Arloka Surabaya, hlm : 401). Sebagian ahli mengatakan bahwa laser adalah sebuah alat yang menggunakan efek mekanika kuantum, pancaran ter-stimulasi, untuk menghasilkan sebuah cahaya yang koheren dari medium “lasing” yang dikontrol kemurnian, ukuran, dan bentuknya. Laser itu merupakan sinar panas yang dihasilkan dari loncatan atom akibat stimulasi energi dari radiasi listrik. Cahaya panas ini bisa digunakan untuk memotong kulit dan jaringan, menghancurkan pigmen warna kulit, dan pengobatan lainnya dalam dunia kedokteran dengan risiko pendarahan minimal dan waktu penyembuhan cepat.
Menurut para ahli bahwa sebenarnya layanan-layanan khitan laser yang banyak ditawarkan dewasa ini sesungguhnya tidak menggunakan alat operasi laser, tetapi hanya menggunakan alat pemotong listrik bertegangan tinggi (seperti solder) atau dalam istilah medis dinamakan Elektrocautery, yang kemudian dipahami secara keliru sebagai khitan laser.
Menurut para ahli bahwa sebenarnya layanan-layanan khitan laser yang banyak ditawarkan dewasa ini sesungguhnya tidak menggunakan alat operasi laser, tetapi hanya menggunakan alat pemotong listrik bertegangan tinggi . .
Adapun media panas yang digunakan untuk memotong jaringan kulit/kulup bukanlah panas dari cahaya, tapi panas yang berasal dari elemen logam. Alat seperti ini digolongkan sebagai Low Frequent Electro Cauter (LFEC) dan tidak memiliki standarisasi keamanan secara medis, bahkan cara kerjanya mirip seperti setrika.
Operasi khitan dengan alat pemotong listrik ini tidak dianjurkan, karena selain penyembuhan lebih lama dan buruk, juga bisa menimbulkan jaringan parut yang lebih banyak pada bekas luka. Penggunaan LFEC dalam operasi dapat memproduksi efek luka bakar yang luas dan dalam pada jaringan kulit. Luka bakarnya bisa sampai 0,5 cm. Semua jaringan dan pembuluh darah akan terbakar dalam dan luas. Kalaupun khitan (sirkumsisi) dilakukan dengan benar, scar (kulit abnormal) yang ditimbulkan akan berbekas berupa geratan permanen atau membuat kulit keriput. (kamusarea.blogspot.com)
Hukum khitan dengan menggunakan electro cauter (alat pemotong listrik)
Jika telah terbukti bahwa khitan yang selama ini dianggap menggunakan laser ternyata menggunakan elektro cauter, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana hukum khitan dengan menggunakan alat tersebut? Padahal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang berobat dengan menggunakan al Kay (besi panas).
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita sebutkan terlebih dahulu hadist-hadist yang berkenaan dengan masalah ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Terapi pengobatan itu ada tiga cara, yaitu; berbekam, minum madu dan kay (menempelkan besi panas pada daerah yang terluka), sedangkan aku melarang ummatku berobat dengan kay. (HR Bukhari, no. 5680).
Kedua: Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah rahimahullaah, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila ada kebaikan dalam pengobatan yang kalian lakukan, maka kebaikan itu ada pada berbekam, minum madu, dan sengatan api panas (terapi dengan menempelkan besi panas di daerah yang luka) dan saya tidak menyukai kay.“ (HR. Bukhari, no. 5704 dan Muslim, no. 2205).
Ketiga: Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah rahimahullaah, bahwasanya ia berkata:
“Sa’ad bin Mu’adz pernah kena bidikan panah di urat tangannya, kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membedahnya dengan tombak yang dipanasi dengan api, setelah itu luka-luka itu membengkak, kemudian dibedahnya lagi.“ (HR. Muslim)
Keempat : Dari Jabir bin Abdullah rahimahullaah, bahwasanya ia berkata :
“Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, pernah mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Ka’ab. Kemudian tabib tersebut membedah uratnya dan menyundutnya dengan al kay (besi panas).“ (HR Muslim, no. 4088)
Para ulama menyebutkan bahwa sebenarnya hadist-hadits diatas tidak menunjukkan keharaman berobat dengan al kay (besi panas) tetapi hanya menunjukan kemakruhan, jika ada obat lain, atau karena di dalam al kay mengandung penyiksaan terhadap dirinya. (Salim bin ‘Ied al-Hilali, Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Pustaka Imam Syafi’i, 2006, 3/202-204).
Berkata al Hafidh Ibu Hajar: “Kesimpulan dari penggabungan (hadits-hadits di atas) bahwa perbuataan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menunjukkan kebolehan (menggunakan al kay), adapun beliau meninggalkannya, dan memuji siapa saja yang meninggalkannya, maka tidaklah menunjukkan larangan, tetapi hanya menunjukkan bahwa meninggalkan hal tersebut lebih baik dari pada menggunakannya.
Adapun larangan beliau untuk menggunakan al kay, kemungkinan diterapkan jika ada pilihan lain, dan hanya bersifat makruh. Ataupun pada penyakit-penyakit yang memang bisa disembuhkan dengan cara lain. Wallahu A’lam“ (Fathul Bari, Kairo, Dar ar Royan,1987 M : 10/ 164)
Perkataan Ibnu Hajar di atas dikuatkan oleh Ibnu Ibnu Qayyim, beliau menulis : “Hadits-hadits al-Kay di atas mengandung empat hal: Pertama, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menggunakan al Kay. Kedua, beliau tidak menyukainya. Ketiga, beliau memuji orang yang bisa meninggalkannya. Keempat, larangan beliau terhadap penggunaan al-Kay. Keempat hal tersebut tidaklah bertentangan satu dengan yang lainnya- segala puji bagi Allah- .
Adapun perbuataannya menggunakan al Kay menunjukkan kebolehannya, sedangkan ketidaksenangan beliau tidak menunjukkan larangan, adapaun pujian beliau kepada orang yang meninggalkannya menunjukkan bahwa meninggalkan pengobatan dengan al Kay adalah lebih baik, sedangkan larangan beliau itu berlaku jika memang ada pilihan lain, atau maksudnya makruh, atau menggunakannya untuk hal-hal yang tidak diperlukan, seperti takut terjadi sesuatu penyakit pada dirinya.“ (Zaad al Ma’ad, Beirut, Muassasah al Risalah, 4/ 65-66)
Apakah pengobatan al Kay menafikan rasa tawakal?
Diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah rahimahullaah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
“Barangsiapa melakukan pengobatan dengan cara kay atau meminta untuk diruqyah berarti ia tidak bertawakal.” (Shahih, HR. at-Tirmidzi, no. 2055 dan Ibnu Majah, no. 3489).
Sebagian orang, salah di dalam memahami hadits di atas dan menyatakan bahwa pengobatan dengan al kay hukumnya haram, karena menafikan rasa tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibnu Qutaibah telah menjawab pernyataan di atas dan menjelaskan bahwa al Kay ada dua bentuk: Pertama, al Kay untuk orang-orang yang sehat, supaya tidak terkena sakit, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang al ‘Ajam (non Arab). Mereka seringkali mengobati anak-anak dan para pemuda mereka dengan metode al Kay, padahal mereka dalam keadaan sehat. Mereka menganggap bahwa cara seperti itu bisa menjaga kesehatan mereka dan menjauhkan dari berbagai penyakit. Begitu juga orang-orang Arab pada masa jahiliyah mengikuti cara seperti itu, bahkan mereka menerapkannya pada unta-unta mereka jika terjadi wabah penyakit. Inilah bentuk al Kay yang dilarang oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam karena menafikan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena menganggap bahwa dengan menyandarkan kepada kekuatan api, mereka tidak akan terkena sakit.
Kedua, adalah pengobatan dengan metode al Kay jika ada yang terluka pada salah satu anggota badan, atau terjadi pendarahan yang luar biasa dan hal-hal yang sejenis. Al Kay seperti inilah yang berpotensi untuk bisa menyembuhkan, dengan izin Allah. Sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah mengobati dengan cara al Kay terhadap As’ad bin Zurarah di lehernya (HR. Tirmidzi ). (Lihat Ta’wil Mukhtalafal al Hadits, 329).
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa khitan dengan menggunakan Elektro Cauter hukumnya makruh. Hal itu berdasarkan dua hal:
Khitan dengan menggunakan Elektro Cauter hukumnya makruh berdasarkan dua alasan
Pertama: Menurut keterangan para ulama berdasarkan hadits-hadits di atas bahwa operasi dengan menggunakan besi panas tidaklah dianjurkan, jika ada pengobatan dengan alternatif lain. Padahal kita ketahui, khitan masih bisa dilakukan dengan menggunakan pisau atau gunting dengan cara manual.
Kedua: Selain itu, menurut pandangan medis bahwa khitan dengan Elektro Cauter banyak membawa efek negatif pada kesehatan kulit, sebagaimana yang telah diterangkan di atas. Wallahu A’lam.
Brosur Khitan
Langganan:
Postingan (Atom)